Semoga tulisan ini memberi gambaran baru mengenai Islam di sebuah daerah yang umumnya diketahui sebagai daerah non-muslim. Sebagaimana diketahui Inggris merupakan sebuah daerah yang diketahui minim penganut Islam. Namun terdapat beberapa perubahan dan perkembangan belakangan ini mengenai jumlah penganut Islam. Silahkan membacanya lebih lanjut.



Images Sources:
www.voa-islam.com
static.republika.co.id
nuwairku.files.wordpress.com
Abstract
The aim of this
essay is to describe about the Dynamics of Muslim’s life in England within
historical perspective. In general perspective, England is an area which is
Muslim population no longer. Since 1860 Islam have entered in that area,
additionally, based on the England Population Statistics, England is an area in
western civilization whose massive Muslim peoples. It was caused by a
multiculturalism policy made of England Government in 1961. The policy that is
used to sustain the human resources for each immigrant has been changing for
Muslims in England territory. Futhermore, Muslims can perform the Islamic
regulation (sharia) among the non-Muslim people in the society. However, Muslim
in England has to face the presence some of islamophobic organizations such as
English Defence League (EDL), Afro-Carribean and others which always disturb Muslims
life in England.
Keywords: Muslims life, England, Multiculturalism Policy,
Islamophobic
A. Pendahuluan
Universalitas Islam telah membawanya mendunia, tidak hanya pada Jazirah Arab atau Dunia Timur saja, akan tetapi universalitas tersebut membawa Islam
hingga ke sebuah dunia dengan kultur yang bertolak belakang dengan asal usulnya
yakni Dunia Barat. Sebagaimana diketahui dunia tersebut seringkali identik dengan daerah
Amerika, Eropa bahkan Turki dan Israel yang secara geografis terletak di Benua
Asia (saat ini sangat identik dengan Dunia Barat).[A]
Salah satu bagian dari dunia Barat yang kental
dengan kultur dan peradabannya yang luar biasa ialah Inggris atau Britania
Raya. Berbicara mengenai Inggris atau Britania Raya pastilah proposisi umum
yang terbentuk dalam kepala setiap orang adalah negara berbentuk kerajaan,
negara dengan perpaduan antara modern dan klasik, negara dengan pimpinannya
seorang ratu, negara dengan nilai mata uang tertiggi di dunia (poundsterling),
negara dengan bahasanya yang mendunia, negara dengan agama baru yakni sepakbola
dan negara dengan multikulturalisme yang luar biasa.[1]
Sebagai ilustrasi lihat di bawah ini:
Situasi
liberal, plural, dan multikultural sangat menonjol di kota London. Di atas kota
ini, bus warna merah yang bertingkat dua (double
dekker), kadang sama sekali tidak kedengaran bahasa Inggris digunakan
antara para penumpang. Yang kedengan bersahutan diantara mereka justru adalah
berbagai macam bahasa dari seluruh penjuru dunia, tempat asal mereka, yang
memang berasal dari berbagai bangsa dan negara. Suasana plural ini adalah
suasana multikultural kota London sebagai sebuah kota melting pot, tempat bercampurbaurnya berbagai masyarakat dan
budaya, manifestasi kota ini sebagai salah satu global city, kota internasional.[2]
Sebagaimana yang tergambar di atas, maka Inggris
sebagai negara dan masyarakat yang multikultural membuka pintu dan peluang bagi
Islam dan penganutnya semakin dapat mempertahankan eksistensinya di dunia
khususnya Dunia Barat. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai sepak terjang Islam di wilayah Inggris melalui fakta historis dan
fakta kontemporernya. Sehingga diharapkan dapat menelusuri lebih lanjut
mengenai awal masuknya Islam di Inggris dan dinamika kehidupan muslim di
Inggris.
B. Awal Mula Islam di
Inggris.
Sejarah awal masuknya Islam di Inggris, sebenarnya
tidak jauh berbeda dengan Perancis yang berawal dari proses imigrasi. Hampir
dari seluruh fase/ gelombang masuknya Islam ke Inggris didominasi dari para
imigran. Setidaknya, ada dua fase masuknya Islam di Inggris, sebagai berikut:
1. Fase Pertama
Sebagaimana yang dipaparkan oleh
Ataullah Shiddiqui yang dikutip oleh Hasyim Aidid bahwa tahun 1869 dikenal
sebagai tahun dibukanya Terusan Suez.[3]
Akibat langsung dari pelayaran dan perdagangan ini, terbukanya hubungan
langsung antara Eropa dengan Asia dan Afrika. Para pekerja dari Yaman-lah yang
sangat menonjol dalam aktifitas perdagangan baik sebagai pelaut maupun kuli di
dalam pelabuhan. Mereka berlayar ke Inggris dan masuk serta menetap di kota
Cardiff, Liverpool dan Pollockshields.[4]
Pada sumber yang berbeda hanya terdapat perbedaan pada kota Pollockshileds
saja, akan tetap para imigran itu menetap di kota London.[5]
Kegiatan perdagangan ini, membuat
para imigran Muslim asal India turut andil dalam aktifitas ini. India pada
waktu itu masih berada di bawah jajahan Ingris, sementara Pakistan dan
Bangladesh masih menjadi bagian dari India. Saat itu, banyak pegawai lokal di
India yang bekerja di kantor Kerajaan Inggris, pada awalnya bersifat temporer
tetapi lama kelamaan mereka menetap di sana.[6]
Pada referensi lain memang senada
dengan deskripsi masuknya Islam oleh Ataullah Shiddiqui tapi terdapat bukti
historis berupa restoran India bernama Hindoostane
Coffee House pada tahun 1810 yang dibuat oleh Sake Dean Mahomet seorang
kapten dari the British East Indian
Company dan banyak juga koki kapal beragama Islam yang turun menjadi bagian
dari restoran ini. Adapun di jalan second
Glynrhondda di Cathays, Cardiff terdapat sebuah masjid yang terdaftar sejak
1860 digunakan pertama kali oleh pelaut Yaman dan masih ada serta digunakan
hingga kini. Serta the Shah Jahan Mosque
yang dibangun pada tahun 1889 bersamaan dengan pembangunan masjid tokoh Muslim
Inggris Abdullah Quilliam di Liverpool.[7]
Hal ini membuktikan bahwa India
dan Yaman turut andil sebagai pembawa Islam di Inggris pada tahap awal.
Meskipun dalam hal ini India tampil sebagai negara jajahan, tapi mereka mampu
membuktikan bahwa Muslim India-lah salah satu dari beberapa komunitas muslim yang
menetapkan pondasi-pondasi Islam di tanah Inggris.
2. Fase Kedua
Fase imigrasi muslim ini dimulai
pasca Perang Dunia ke- II. Pada waktu ini terjadi lonjakan signifikansi imigran
asal India dan Pakistan karena adanya kebutuhan akan buruh dan tenaga kerja
untuk pembangunan yang pada waktu itu memang sangat pesat. Turut pula mendukung
gelombang imigrasi ini adalah adanya beberapa perubahan sosial politik di India dan
Pakistan. Sebagaimana diketahui pada tahun 1947 terjadi pemecahan negara di
India dengan terbentuknya Negara Islam Pakistan sehingga akibat dari persoalan
ini membuat sejumlah warga India dan Pakistan tidak menentu pada akhirnya
mereka lebih memilih untuk pindah ke Inggris melalui jaringan kerabat yang
sudah menetap di sana.[8] Selain itu, sehubungan dengan terbitnya Commonwealth Immigration Act[9] (Undang-undang Imigrasi Persemakmuran), tahun 1961, yang
semakin memberikan kemudahan untuk menjadi warga negara Inggris bagi warga
negara bekas jajahan Inggris, juga turut mendorong laju
migrasi ini. Commonwealth Immigration Act
sebenarnya bertujuan membatasi para imigran, ironisnya para imigran asal India
dan Pakistan semakin melonjak selama setahun sebelum undang undang ini
diberlakukan pada tahun 1962.[10]
Pada waktu yang sama, namun pada
sisi yang berbeda, awal tahun 1960-an ke atas adalah awal bangkitnya gairah
beberapa negara-negara Islam untuk mengirim mahasiswa-mahasiswanya untuk
belajar di Inggris. Negara ini misalnya adalah Arab Saudi, Malaysia, Iran, Iraq
dan Pakistan. Mahasiswa muslim membawa pengaruh terhadap gerakan akademisi kaum
Muslim di Inggris. Mereka membentuk organisasi ke-Islam-an dan mempromosikan
muslim dalam berbagai kegiatan bermasyakarat serta dialog.[11]
Bahkan hal ini terjadi hingga sekarang, apakah itu karena keinginan dari para
mahasiswa atau calon mahasiswa muslim
yang memiliki keinginan untuk menuntut ilmu disana atau karena keterbukaan
dari pemerintah dan universitas di Inggris dengan membuka berbagai jurusan
serta menyediakan beasiswa kajian ke-Islaman[12]
di negara tersebut.
C. Dinamika Kehidupan
Muslim di Inggris
Setelah membahas mengenai sejarah
atau awal masuk Islam di Inggris. Perlu pula dibahas lebih lanjut mengenai
kehidupan umat Muslim di Inggris. Sebelum dibahas mengenai kehidupan Muslim di
Inggris perlu penulis paparkan demografi masyarakat Muslim di Inggris, dapat
dilihat di tabel berikut[13]:
Sensus Tahun
-an
|
Jumlah Muslim
|
Populasi
Inggris
dan Wales
|
Muslim
(% dari total
populasi)
|
Masjid yang
terdaftar
|
Muslim per-
Masjid
|
1961
|
50.000
|
46,196.000
|
0.11
|
7
|
7,143
|
1971
|
226.000
|
49,152.000
|
0.46
|
30
|
7,533
|
1981
|
553.000
|
49,634.000
|
1.11
|
149
|
3,711
|
1991
|
950.000
|
51,099.000
|
1.86
|
443
|
2,144
|
2001
|
1,600.000
|
52,042.000
|
3.07
|
614
|
2,606
|
2011
|
2,869.000
|
62,369.000
|
4.80
|
1,500
|
1,912
|
Dapat dilihat dari tahun ke tahun
jumlah penduduk muslim di Inggris sejak fase kedua terus bertambah hingga tahun
2011. Pada tahun 1961 jumlah penduduk muslim di Inggris hanya sekitar 50.000
orang dari 46.196.000 total penduduk Inggris. Pada tahun tersebut, jumlah
masjid hanya 7 buah itu artinya sekitar 7.143 muslim tiap masjid. Pada tahun
2001 jumlah muslim sekitar 1.600.000 dari 52.042.000 hal ini berarti
peningkatan signifikan sekitar 6 juta penduduk dari tahun 1961-2001, hampir ¼ %
dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk muslim di Inggris. Terlebih lagi,
pada tahun 2011, jumlah penduduk muslim meningkat menjadi 2.869.000 orang dari
total penduduk 62.369.000 orang. Paling menarik adalah peningkatan jumlah
masjid sebanyak 1.500 masjid di Inggris pada tahun 2011.
Sangat wajar, jika yang menjadi
pertanyaan mengapa penduduk muslim di Inggris terus meningkat secara
signifikan. Hal ini didasarkan pada peningkatan jumlah penduduk yang beberapa
dari meraka merupakan imigran dari negara-negara Asia Selatan dan Timur serta
Afrika. Berangkat pada sensus penduduk muslim berdasarkan etnis pada tahun
2001, maka penduduk muslim paling mencolok dari Asia yang berjumlah 1.139.065
dari total penduduk muslim sekitar 1.600.000[14]
bisa dibayangkan betapa besar pengaruh imigran muslim pada saat ini. Perlu pula
diketahui bahwa 40 % dari jumlah penduduk muslim di Inggris pada tahun 2011,
semuanya menetap di London.[15]
Hal ini berarti London adalah kota yang paling terbuka terhadap umat muslim dan
sangat plural.
Dalam buku Denyut Islam di Eropa,
pada pembahasan mengenai Islam di Inggris. Muncul pertanyaan, Siapakah Muslim
di Inggris? Apakah orang Inggris yang memeluk Islam atau para Imigran Muslim
berkewarganegaraan Inggris?[16]
Menarik untuk diketahui lebih lanjut, berkaitan dengan pencarian Identitas
Muslim Inggris. Bahkan jika memperhatikan statistik penduduk Muslim Inggris,
seluruhnya didominasi oleh imigran asal Asia khususnya Asia Selatan.
Untuk menjawab pertanyaan di
atas, dalam buku tersebut muslim Inggris dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama,
mereka yang memiliki formasi cultural non-British, tapi bermigrasi ke Inggris.
Ini berarti mereka yang telah bermigrasi sejak awal ke Inggris dengan tujuan
menetap disana, baik itu dari para buruh, murni imigran atau keluarga buruh dan
mahasiswa. Kedua, merupakan anak cucu kelompok pertama, mereka sering terlihat
sebagai komunitas muslim di antara dua dunia. Sekolah modern berupaya mengasuh
mereka, sehingga secara perlahan-lahan memupus identitas tradisional mereka.
Ketiga, kelompok masyarakat Inggris yang memeluk Islam, atau lazim disebut revert community. Kelompok ini relatif
kecil dibanding kelompok lain.[17]
Hal ini, berdasarkan pendapat Robin Philips adalah terjadinya krisis demografi
pada warga kulit putih di Inggris, sehingga Islamisasi di Inggris berjalan
sangat lancar.[18]
Lebih lanjut dijelaskan bahwa ini
adalah kesalahan demografi bagi warga kulit putih, saat ini warga kulit putih
yang menganut agama Kristen mayoritas telah berada pada usia sekitar 40 tahun
ke atas sementara komposisi umum kelompok Asia Selatan berada pada usia 30
tahun ke atas. Hal ini mempengaruhi demografi sekitar 30-50 tahun ke depan.
Terdapat hal yang menarik pula dalam hal demografi kaitannya dengan trend
keagamaan. Tingkat kehadiran masjid sebesar 70 % sementara tingkat kehadiran
gereja hanya sebesar 5 %, hal ini didasari karena Muslim khususnya Asia Selatan
didominasi oleh pemuda dengan semangat keagamaan tinggi sementara Kristen kulit
putih didominasi kulit tua yang semangat keagamaannya telah memudar. Sehingga
banyak gereja-gereja di Inggris yang beralih fungsi menjadi masjid, karena
kehilangan jamaah sebagai sumber dana pengelolaan mereka.[19]
Selanjutnya, multikulturalisme
sangat dibutuhkan di Inggris dibanding prinsip integrasi. Hal ini untuk menjaga
para imigran untuk tidak memberontak atau keluar dari Inggris karena mereka
dibutuhkan sebagai tenaga pekerja di Inggris. Bagi negara maju, human capital atau SDM adalah sesuatu
yang perlu jika dipandang dari segi pengembangan dan ekonomi.[20]
Bahkan dalam harian the Guardian sebuah laporan resmi pemerintah Inggris
mengungkapkan peran ekonomi para imigran di Inggris dengan turut menyumbang 6
triliun poundsterling per tahun.[21]
Perlu pula diketahui dalam Islam,
banyak kelompok keagamaan yang terdapat didalamnya. Hal ini terjadi dalam
keragaman kelompok keagamaan di Inggris. Dalam buku Hasyim Aidid, persolan ini
masuk dalam ranah toleransi Interen Islam di Inggris. Persoalan ini
dilatarbelakangi oleh sentiment yang sangat kental (etnis, rasa atau aliran
keagamaan) yang tidak jarang menimbulkan permasalahan sendiri. Satu hal yang
menonjol adalah keadaan masjid-masjid di Inggris dalam bahasa non formal
diistilahkan dengan Pakistani Mosque,
Arabic Mosque, Bangladeshi Mosque dan lain-lain. Ini didasari karena
pengurus, pembangun dan pengelola masjid adalah dari etnis tersebut.[22]
Lebih lanjut ada pengelempokan masjid berdasarkan afiliasi kelompok/ aliran
seperti, Masjid Shia, Ahmadiyyah dan
lain-lain.[23]
Sama halnya seperti di Indonesia, tidak jarang kita temukan Masjid NU, Masjid
Muhammadiyah bahkan Masjid Ahmadiyyah dalam bahasa non formal.
Meskipun Inggris telah menerapkan
prinsip multikulturalisme dalam negara mereka, akan tetapi tidak jarang
penduduk muslim mendapatkan tantangan dari kelompok EDL atau English Defence League dan kedua dari
kalangan Afro-Caribean.[24] The English Defence League (EDL) adalah
gerakan protes yang menentang apa saja yang dianggap sebagai Islamisasi, hukum
Syariah dan ekstrimisme Islam di Inggris. EDL telah digambarkan sebagai
Islamofobia. EDL berasal dari kelompok yang dikenal sebagai "United Peoples
of Luton" (UPL). The UPL dibentuk sebagai tanggapan terhadap demonstrasi
yang diselenggarakan oleh organisasi ekstremis Islam, Al-Muhajirun[25]
yang menentang perang di Afghanistan.[26]
Kelompok mereka terdiri dari Kristen garis keras, Yahudi, gay, Sikh, bahkan hooligans[27].
Lebih lucunya lagi, terdapat kelompok neo-Nazi yang bergabung padahal ideologi
mereka bertentangan dengan Yahudi, jika mengingat peristiwa Holocaust[28].[29]
Selanjutnya Muslim di Inggris
mendapat tantangan dari Afro Carribean, yang
merupakan penduduk Inggris berlatar belakang India Barat (Jamaika, Trinidad
Tobago dan sebagainya) dan yang nenek moyangnya orang pribumi Afrika. Imigrasi mereka
ke Inggris dari Afrika meningkat pada tahun 1990-an. Istilah tersebut
kadang-kadang digunakan untuk menyertakan warga Inggris yang semata-mata
berasal dari Afrika, atau sebagai istilah untuk mendefinisikan semua warga
Inggris berkulit hitam.[30]
Pada awalnya, kelompok Afro Caribbean sebenarnya hanya berupaya menyerang
pemerintah serta polisi setempat akibat pembunuhan temannya, Mark Duggan. Akan
tetapi mereka lebih banyak menyerang kelompok Muslim Asia Selatan. Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa kelompok Asia Selatan lebih sukses secara
ekonomi ketimbang kelompok mereka. Selain itu, kelompok Asia Selatan sebagai
minoritas lebih mudah jadi amukan mereka.[31]
Hal ini serupa dengan kekerasan demonstran terhadap kalangan minoritas di
Indonesia, padahal aspirasi mereka ditujukan kepada pemerintah.
Dari segi ibadah dan kehidupan
kaum muslim di Inggris, terdapat keragaman kalangan Islam dari
pemisahan-pemisahan masjid, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Lalu ada
trend bagi aktivis wanita muslimah dalam menyuarakan pendapat, bahkan pada
setiap masjid disiapkan konsultasi syariah khusus wanita dan oleh wanita
muslimah. Adapun pendanaan masjid dikelola oleh warga Muslim setempat dengan
cara fund raising (pengumpulan dana),
makan malam bersama, iftar (buka
puasa bersama tiap ramadhan), pengumuman setelah shalat jum’at, bahkan melalui
iklan-iklan di televisi. Ada keunikan tersendiri dalam fund raising, yang diadakan dalam satu waktu atau satu event. Dana
yang terkumpul diupdate setiap detik dan ditampilkan di LCD dalam masjid serta
di website-website resmi masjid.[32]
Islam tidak lepas dari persolaan makanan halal, hal
ini tidaklah sulit ditemukan di Inggris. Bahkan untuk setiap restoran terkenal
seperti KFC, Pizza Hut, dan lain-lain telah menyediakan daging halal bagi tiap
muslim. Ada yang menarik terhadap definisi halal bagi muslim Inggris, ada yang
disebut daging halal dan adapula yang disebut daging zabihah[33].
Daging halal bagi mereka adalah daging yang boleh dimakan jika berada di Negara
ahli kitab,[34]
hukum ini dianut oleh Arab Teluk yang lebih fleksibel sedangkan daging zabihah adalah daging yang disembelih
dengan tata cara Islam, hokum ini dianut oleh orang Asia Selatan yang
menggunakan fiqh Hanafiah.[35]
Bahkan yang menarik penulis temukan banyak situs online yang menjadi guide makanan halal.[36]
Selanjutnya ialah pemasyarakatan hukum Islam yang
sedang marak di Inggris. Hukum Syariah atau Sharia
Law tengah marak di Inggris dalam hal penegakan hukum berpakaian, serta hukum
lain dalam Islam, berdakwah, hingga ke ranah ekonomi yakni bank syariah.
Mengenai hukum berpakaian terdapat kebebasan berpakaian di Inggris tapi disisi
lain telah terjadi perdebatan sengit mengenai niqab/cadar di Inggris.[37] Selanjutnya, berdakwah dianggap salah satu
bentuk ijin bagi setiap muslim jika ingin hidup di daerah non muslim. Mereka
biasa berdakwah dengan mengunakan segala media (radio atau tv channel) bahkan
ditengah umum. Dipusat kota London biasa mereka adakan meja da’wah dimana
mereka membagikan setiap cd islami dan Alqur’an secara gratis.[38]
Adapun Bank Syariah menjadi trend di Inggris mengingat kebutuhan para penduduk
muslim harus terpenuhi dalam hal perbankan. Disamping itu pemerintah Inggris
memperoleh profit yang besar dalam pemanfaatan bank syariah ini dengan
investasi sebesar 1.3 trilun poundsterling pada tahun 2014 ini.[39]
D. Tokoh
Muslim Berpengaruh di Inggris
Pada pembahasan terakhir ini, penting untuk
mengetahui beberapa tokoh muslim pembaharu yang terkenal di Inggris sebagai
salah satu bentuk dinamika kehidupan Muslim di Inggris. Adapun tokoh-tokoh
tersebut, sebagai berikut:
1. Syekh Abdullah Quilliam (1856-1932)
William Henry Quilliam, seorang pengacara asal
Liverpool yang memeluk Islam pada tahun 1887 (umur 31), setelah kembali dari
kunjungan ke Maroko, dan mengganti nama menjadi Abdullah. Ia mengklaim bahwa ia
adalah penduduk asli Inggris pertama memeluk Islam. Perpindahannya menyebabkan
sebuah pertumbuhan Islam yang luar biasa di Inggris. Ia menjadi ulama, seorang
Imam dan penganjur Islam paling bersemangat di dunia Barat. Pada tahun 1894
Sultan Abdul Hamid II Khalifah terakhir Ottoman,
mengangkatnya sebagai Sheikh al-Islam dari Kepulauan Inggris. Emir
Afghanistan mengenalinya sebagai Sheikh Muslim di Inggris. Ia menjadi juru
bicara terkemuka untuk Islam di media dan diakui oleh umat Islam di seluruh
dunia. Dia adalah satu-satunya Muslim di Inggris yang telah resmi menjabat
sebagai Sheikh al-Islam Inggris. Dia mengeluarkan banyak fatwa dalam
kapasitasnya sebagai Pemimpin Muslim di Inggris. Ia juga menulis dan
menerbitkan sejumlah buku. Khususnya "Faith of Islam" yang
memiliki tiga edisi diterjemahkan ke dalam 13 bahasa yang berbeda, dan sangat
populer sehingga Ratu Victoria memerintahkan untuk menyalinnya. Quilliam
akhirnya harus meninggalkan Inggris setelah menghadapi permusuhan dan
penganiayaan, sebagai Muslim pertama yang mengalami "Islamophobia" di
Inggris. Dia akhirnya kembali ke Inggris dan mengganti nama menjadi Harun
Mustafa Leon, dan meninggal pada tahun 1932 di dekat Woking.[40]
2. Marmaduke Pickthall ( 1875-1936)
Muhammad
Marmaduke Pickthall atau nama asalnya ialah William Pickthall lahir pada 7
April 1875 dalam kalangan penganut Kristian Anglikan. Ketika usianya hampir 18 tahun,
William memulai pelayarannya ke Port Said. Port Said merupakan sebuah bandar
pelabuhan yang terletak di kawasan timur laut Mesir. Perjalan awalnya ke Port
Said itu telah membuka pengembaraannya ke beberapa buah negara Arab dan Turki.
Lebih berkesan lagi ialah mendorong minatnya untuk mendalami Islam. Disebabkan
William semakin fasih berbahasa Arab, khalifah dinasti Turki Utsmaniyah menawarkan
beliau untuk mempelajari kebudayaa Timur. Semasa meletusnya Perang Dunia I
antara tahun 1914-1918, William juga menulis beberapa surat kepada
Khalifah Turki Utsmaniyah. Tatkala propaganda yang menyebabkan meletusnya
peperangan di Armenia pada tahun 1915, William dengan tegas menolak dakwaan
bahawa kerajaan Turki Utsmaniyah menjadi puncak pembunuhan rakyat Armenia. Pada
tahun 1917, William memeluk agama Islam dan mengganti namanya menjadi Muhammad
Marmaduke Pitchkhal. Sebelumnya, beliau menjadi seorang ahli panel dalam dalam
perbincangan mengenai “Islam and Progress” di Muslim Literary Society,
Nottinghill, London pada 29 November 1917. Setelah memeluk Islam, Muhammad
Marmaduke melibatkan diri dalam pertubuhan keagamaan dan giat melaksanakan
kerja-kerja dakwah. Pada tahun 1919, aktif dalam Biro Maklumat Islam di London
dan menjadi penyunting kepada media Islam, iaitu Muslim Outlook. Pada tahun 1920, menerbitkan novel dengan
judul Early Hours. Pada tahun itu juga ia mendapat tawaran di India sebagai
pengarang di harian Bombay Chronicle. Pada tahun
1927, berpindah ke penerbitan Islamic Culture (sebuah majalah
yang diterbitkan setiap tiga bulan) di Hayderabad sebagai editor utama. Pada
tahun 1930, Muhammad Marmaduke berjaya menyelesaikan terjemahan al-Qur’an ke
bahasa Inggris dengan judul The Meaning of Glorious al-Qur’an.
Terjemahan ini merupakan terjemahan ke dalam bahasa Inggris yang pertama dan
menjadi rujukan terbaik sehingga kini. Karen Armstrong, seorang ahli akademik
dalam bidang perbandingan agama turut mengakui mengenai ketepatan terjemahan
yang dibuat oleh Muhammad Marmaduke dan menjadikan terjemahan ini sebagai
rujukan utama dalam penulisannya mengenai Islam.[41]
E. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas maka ada beberapa kesimpulan mengenai hal tersebut sebagai
berikut:
1. Masuknya
Islam di Inggris terbagi dua fase, fase pertama pada tahun 1869 setelah
dibukanya Terusan Suez, sehingga membuka jalur bagi para pelaut dari Yaman
serta India untuk berdagang atau jadi kuli di pelabuhan di Inggris. Pada fase
kedua, yakni setelah Perang Dunia II, Inggris membutuhkan banyak Imigran
sebagai buruh untuk memperlancar pembangunan, dan juga sebagai dampak dari
terpisahnya Pakistan terhadap India, sehingga banyak masyarakat menjadi
dilematis dan lebih memilih untuk migrasi ke Inggris. Pada tahun yang sama,
geliat para mahasiswa dan dukungan pemerintah negara muslim untuk mengirim
mereka belajar di Inggris. Sehingga mahasiswa inilah nantinya menjadi akademisi
Muslim termuka di Inggris.
2. Secara
demografis, berdasarkan statistik pada tahun 2011, jumlah penduduk muslim
adalah 2.869.000 orang dari total penduduk 62.369.000 orang. Paling menarik
adalah peningkatan jumlah masjid sebanyak 1.500 masjid. Hal ini membuktikan
Islam semakin mengeliat di tanah Britania Raya.
3. Muslim di
Inggris di bagi tiga kelompok pertama kelompok non- British awal yang migrasi
ke Inggris, kedua anak cucu kelompok pertama dan ketiga revert community warga Inggris kulit putih asli. Dan komunitas
muslim di Inggris didominasi oleh komunitas Asia selatan.
4. Muslim di
Inggris mendapat berbagai tantangan khususnya EDL dan Afro Caribbean. Sebagai bentuk organisasi Islamophobia.
5. Islam di
Inggris merupakan perwujudan Islam yang universal serta majemuk. Karena beragam
kultur disana, akan tetapi mereka saling mengerti satu sama lain, bahkan
meskipun ada sentiment aliran. Mereka tetap satu kesatuan yakni Islam.
6. Kehidupan
Muslim di Inggris, sangat didukung oleh kebijakan Multikultural pemerintah Inggris.
Sehingga dukungan terselenggaranya prinsip Syariah berjalan lancar dari
persoalan pakaian, makanan halal, dakwah hingga perbankan.
7. Terdapat
banyak tokoh Inggris yang berpengaruh dalam di Inggris, beberapa di antara
mereka adalah Syeikh Abdullah Quilliam dan Marmaduke Pickthall.
DAFTAR
PUSTAKA
Aidid,
Hasyim. Dinamika Muslim dan Penegakan
Hukum Islam di Inggris Cet. I; Makassar: Alauddin Press University, 2011.
Greaves,
Ron. Islam in Victorian Britain: The Lifes and Times of Abdullah Quilliam Cet. I: Leichester :Kube Publishing, 2010
Handoko,
Anung. Sepak Bola Tanpa Batas Cet. V: Penerbit Kanisius, Yogyakarta,
2010.
Misrawi,
Zuhairi. Pandangan Muslim Moderat: Toleransi, Terorisme dan Oase Perdamaian Cet
I: Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010.
Naik,
Zakir. Non Muslim Common Questions About Islam Cet. I: India: Islamic
Research Foundation, 2009.
Ojong, P.K. Perang Eropa Jilid I Cet. I:
Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002.
Peter
dan Rafael Ortega, Frank . Islam Movements of Europe: Public Opinion and
Islamophobia in the World Palgrave Macmillan, Newyork, 2014.
Rais,
Amien. Agenda Mendesak Bangsa Selamatkan Indonesia! Cet. III: Penerbit
PPSK Press: Yogyakarta, 2011.
Setiawan
dan Sri Budi Eko Wardani, Teguh. Denyut Islam di Eropa Cet. I; Jakarta;
Penerbit Republika, 2002.
Sherif,
M.A. Brave Heart: Pickthall and Philby two English Muslim in Changing World Cet. I: Selangor: Islamic Book Trust, 2011.
Solomos,
John. Black, Youth, Rasicm and the State Great Britain: Cambridge
University Press, 1991.
http://en.wikipedia.org/Islam
in United Kingdom berdasarkan "2011 Census:
KS209EW Religion, local authorities in England and Wales". ons.gov.uk. di akses pada
tanggal 28 Mei 2015, jam 15:00
http://www.christianvoice.org.uk/index.php/demographic-concerns/ di akses pada tanggal 28 Mei 2015, jam 15:00
http://www.theguardian.com/society/2007/oct/17/immigrationandasylum.business di akses
pada tanggal 28 Mei 2015, jam 15:00
http://www.telegraph.co.uk/finance/newsbysector/banksandfinance/10410467/Britain-to-become-first-non-Muslim-country-to-launch-sharia-bond.html di
akses pada tanggal 28 April 2015, jam 19:00
[A] saat ini disadari atau tidak, dikotomi Dunia Barat dan Timur sengaja diciptakan untuk membedakan dua kultur yang bertolak belakang, dalam hal ini kultur Islam dan non-Islam. Perlu didiskusikan lebih lanjut mengenai pemisahan dua kultur tersebut. Namun jika ditelusuri lebih jauh, dalam sudut pandang filsafat term Dunia Timur adalah upaya untuk memberi penjelasan bahwa manusia pada daerah tersebut memahami bahwa segala sesuatu terikat dengan nilai sementara Barat tidak.
[1]Multikulturalisme Inggris dapat diperhatikan ketika melihat film, suasana di stadion sepakbola atau beragamnya pelajar disana. Bahkan faktanya sangat banyak imigran asing yang bukan kulit putih terdaftar sebagai warga negara Inggris. Lihat lebih lanjut dalam Zuhairi Misrawi, Pandangan Muslim Moderat: Toleransi, Terorisme dan Oase Perdamaian (Cet I: Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010), h. xxxiv-xxxvi.
[1]Multikulturalisme Inggris dapat diperhatikan ketika melihat film, suasana di stadion sepakbola atau beragamnya pelajar disana. Bahkan faktanya sangat banyak imigran asing yang bukan kulit putih terdaftar sebagai warga negara Inggris. Lihat lebih lanjut dalam Zuhairi Misrawi, Pandangan Muslim Moderat: Toleransi, Terorisme dan Oase Perdamaian (Cet I: Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010), h. xxxiv-xxxvi.
[2]Hasyim Adid, Dinamika
Muslim dan Penegakan Hukum Islam di Inggris (Cet. I; Makassar: Alauddin
Press University, 2011), h.1.
[3]Terusan
Suez (bahasa Arab, Qanā
al-Suways), di sebelah barat Semenanjung Sinai,
merupakan terusan kapal
sepanjang 163 km yang terletak di Mesir,
menghubungkan Pelabuhan Said (Būr
Sa'īd) di Laut Tengah dengan Suez
(al-Suways) di Laut Merah.
Terusan Suez dibuka tahun 1870 dan dibangun atas prakarsa insinyur Perancis yang
bernama Ferdinand Vicomte de Lesseps. Terusan ini
mengizinkan transportasi air dari Eropa ke Asia tanpa
mengelilingi Afrika.
Sebelum adanya kanal ini, beberapa transportasi dilakukan dengan cara
mengosongkan kapal dan membawa barang-barangnya lewat darat antara Laut Tengah
dan Laut Merah. Dalam era Perang Dunia I Terusan Suez yang saat itu berada di
bawah kekuasan Inggris,
diserang oleh pasukan Jerman dan Turki Ottoman. Posisi
Suez yang sangat strategis, yaitu menghubungkan Laut Mediterania dan Laut Merah,
menjadikan terusan ini objek rebutan antara pasukan Sekutu dan Axis. Lihat
lebih lanjut P.K Ojong, Perang Eropa Jilid I (Cet. I: Jakarta: Penerbit
Buku Kompas, 2002), 177-180.
[4]Hasyim Adid, Dinamika
Muslim dan Penegakan Hukum Islam di Inggris, h. 9.
[5]http://ichlerne.wordpress.com/islamaroundtheworld/islamdiinggris/ di akses pada
tanggal 27 Mei 2015, jam 20:00
[6]Hasyim Aidid, Dinamika
Muslim dan Penegakan Hukum Islam di Inggris, h. 9.
[7]http://islam in
britain/Islam in the United Kingdom - Wikipedia, the free encyclopedia.html di
akses pada tanggal 28 Mei 2015, jam 14:00
[8]Hasyim Aidid, Dinamika
Muslim dan Penegakan Hukum Islam di Inggris, h. 10.
[9]Pimpinan
oposisi di parlemen Inggris pada waktu itu, Hugh Gaitskell mengatakan tindakan
(undang-undang) ini merupakan tindakan kejam dan rasis terhadap warna kulit
lain. Tetapi disatu sisi, undang-undang ini member peluang bagi imigran untuk
menjadi bagian dari Negara Inggris. Lihat lebih lanjut John Solomos, Black,
Youth, Rasicm and the State (Great Britain: Cambridge University Press,
1991), h. 30-40.
[10]Hasyim Aidid, Dinamika
Muslim dan Penegakan Hukum Islam di Inggris, h. 10.
[11]Hasyim Aidid, Dinamika
Muslim dan Penegakan Hukum Islam di Inggris, h. 11.
[12]Mengenai
beasiswa ini, penulis menemukan berbagai beasiswa kajian keislaman di Inggris.
Salah satunya di Universitas Oxford yang bersedia memberi beasiswa kepada para
mahasiswa yang berminat dan memiliki potensi untuk mengkaji Islam di tanah
mereka. Bahkan dikatakan bahwa program The Oxford Centre for Islamic Studies is a
Recognized Independent Centre atau OXCIS telah ada sejak 1985. Hal ini
berarti selisih 20 tahun sejak imigrasi besar-besaran pekerja buruh dan
mahasiswa muslim pada fase kedua di Inggris. Lihat dihttp://www.ox.ac.uk/feesandfunding/prospectivegrad/scholarships/university/ocis/ di akses pada
tanggal 28 Mei 2015, jam 14:00
[13]en.wikipedia.org/Islam
in United Kingdom berdasarkan "2011 Census: KS209EW Religion,
local authorities in England and Wales". ons.gov.uk. di akses pada
tanggal 28 Mei 2015, jam 15:00
[14]en.wikipedia.org/Islam
in United Kingdom berdasarkan "2011 Census: KS209EW Religion,
local authorities in England and Wales". ons.gov.uk. di akses pada
tanggal 28 Mei 2015, jam 15:00
[15]Office for
National Neighbourhood Statistics. Area: London- Religion (UV15). dalam Hasyim
Aidid, Dinamika Muslim dan Penegakan Hukum Islam di Inggris, h. 6.
[16]Teguh Setiawan
dan Sri Budi Eko Wardani, Denyut Islam di
Eropa (Cet. I Jakarta; Penerbit Republika, 2002) h. 9.
[17]Teguh Setiawan
dan Sri Budi Eko Wardani, Denyut Islam di
Eropa (Cet. I Jakarta; Penerbit Republika, 2002), h. 10.
[18]http://www.christianvoice.org.uk/index.php/demographic-concerns/ di akses
pada tanggal 28 Mei 2015, jam 15:00
[19]Hasyim Aidid,
Dinamika Muslim dan Penegakan Hukum Islam di Inggris, h 37-38.
[20]Hasyim Aidid
Dinamika Muslim dan Penegakan Hukum Islam di Inggris, h. 43.
[21]http://www.theguardian.com/society/2007/oct/17/immigrationandasylum.business di akses pada
tanggal 28 Mei 2015, jam 15:00
[22]Hasyim Aidid,
Dinamika Muslim dan Penegakan Hukum Islam di Inggris, h. 13.
[23]Hasyim Aidid,
Dinamika Muslim dan Penegakan Hukum Islam di Inggris, h.47.
[24]Hasyim Aidid.
Dinamika Muslim dan Penegakan Hukum Islam di Inggris, h. 19.
[25]Al-Muhajirun
adalah organisasi teroris Salafi-Wahhabi Islam dilarang yang berbasis di
Inggris dan yang telah dikaitkan dengan terorisme internasional, homofobia dan
antisemitisme. Kelompok ini dilarang di bawah Undang-Undang Terorisme Inggris
2000 pada tanggal 14 Januari 2010 bersama dengan empat organisasi lain termasuk
Islam 4UK. Lebih lanjut lihat Frank Peter dan Rafael Ortega, Islam Movements
of Europe: Public Opinion and Islamophobia in the World (Palgrave
Macmillan, Newyork, 2014), h. 177-185.
[26]http://en.wikipedia.org/wiki/English_Defence_League di akses pada
tanggal 28 April 2014, jam 15:00
[27]Hooligans
adalah sekelompok orang yang menyukai kekerasan dan pengrusakan serta tindakan
vandalism. Kebenyakan dari mereka penggemar sepakbola. Anung Handoko, Sepak
Bola Tanpa Batas (Cet. V: Penerbit Kanisius, Yogyakarta), h. 39-41
[28]Holocaust adalah genosida terhadap
kira-kira enam juta penganut Yahudi Eropa selama Perang Dunia II, suatu program pembunuhan sistematis yang
didukung oleh negara Jerman Nazi, dipimpin oleh Adolf Hitler, dan berlangsung di seluruh wilayah yang dikuasai oleh Nazi. Lihat
selengkapnya http://id.wikipedia.org/wiki/Holokaus di akses pada
tanggal 28 April 2014, jam 16:00M. Amien Rais, Agenda Mendesak Bangsa
Selamatkan Indonesia! (Cet. III: Penerbit PPSK Press: Yogyakarta), h.128-129.
[29]Hasyim Aidid,
Dinamika Muslim dan Penegakan Hukum Islam di Inggris, h.20
[30]http://en.wikipedia.org/wiki/British_African-Caribbean_people di akses pada
tanggal 28 April 2014, jam 16:00
[31]Hasyim Aidid,
Dinamika Muslim dan Penegakan Hukum Islam di Inggris, h. 26-28.
[32]Hasyim Aidid,
Dinamika Muslim dan Penegakan Hukum Islam di Inggris, h. 56.
[33]Zabihah atau
zabaha berarti disembelih, metode ini terbukti banyak dikritik oleh orang lain.
Namun metode ini justru lebih manusiawi dan ilmiah disbanding yang lain. Zakir
Naik, Non Muslim Common Questions About Islam (Cet. I: India: Islamic
Research Foundation, 2009), h. 22.
[34]Rasanya ini
merujuk pada Q.S al-Maidah: 5, “Pada hari ini
dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang
diberikan Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka“
[35]Hasyim Aidid,
Dinamika Muslim dan Penegakan Hukum Islam di Inggris, h. 60-63.
[36]Lihat http://www.foodguide.org.uk/, www.halalfoodauthority.co.uk/, www.zabihah.com, www.halalhmc.org dan lain-lain di akses pada
tanggal 28 April 2015, jam 16:00
[37]Lihat http://www.channel4.com/news/debate-should-british-women-wear-the-niqab-video dan http://muslimmatters.org/2014/01/10/british-ban-face-veil/ di akses pada tanggal 28 April 2015, jam
17:00
[38]Hasyim Aidid,
Dinamika Muslim dan Penegakan Hukum Islam di Inggris, h. 65.
[39]http://www.telegraph.co.uk/finance/newsbysector/banksandfinance/10410467/Britain-to-become-first-non-Muslim-country-to-launch-sharia-bond.html di akses pada
tanggal 28 April 2015, jam 19:00
[40]Ron Greaves, Islam
in Victorian Britain: The Lifes and Times of Abdullah Quilliam (Cet. I:
Leichester :Kube Publishing, 2010), h.
23-59.
[41]M.A Sherif, Brave
Heart: Pickthall and Philby two English Muslim in Changing World (Cet. I: Selangor: Islamic Book Trust, 2011),
h. 2-1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar